Senin, 02 November 2009

Sosok Seorang Pelantingan



Pelantingan?
Cari Kai Salam
Jangan lihat penampilannya. Karena,orang mungkin akan ragu memanfaatklan jasanya mengarungi ganasnya jeram Loksado. Namun bagi warga setempat, dialah’sesepuh’joki Lantng paling andal
Memang sepintas ia sudah terlihat sepuh. Kerutan diwajahnya banyak terlihat, ditambah lagi pipinya yang kempot saat ia mengisap rokok, semakin menguatkan kesan tuanya.
Saat ia ditanya umur, ia justru mengaku masih muda. Dengan santainya Salam justru mengatakan usianya belumlah tua. Salam yang tercatat menjadi joki lanting tertua di Loksado Hulu Sungai Selatan (HSS) meyakinkan usianya memang belum setua tamu- tamunya yang telah di antarnya menyusuri desanya sejak kawasan ini dibuka sebagai kawasan wisata.
“ Aku masih Anum. Umurku hanyar 40 an,” katanya tertawa lepas, mengungkapkan bahwa dirinya masih muda dan baru berumur 40 tahun.
Ternyata apa yang dikatakannya itu, seolah mendekati kemiripan. Jika kita melihat kekuatan fisiknya saat mengarungi Sungai Amandit dengan lanting [rakit bamboo] nya. Sungguh kesa tua itu sirna seketika.
Bpost yang sempat membuktikan itu. Ketika lanting yang ditumpangi rombongan wisatawan, salah satunya wartawan bpost, nyaris terbalik dan rakit bamboo hampir berhamburan diterjang derasnya arus sungai Amandit, Salam datang bak pahlawan.
Tanpa banyak bicara, ia segera menceburkan diri kedalam sungai menghindarkan hentakan lebih keras lagi pada lanting. Tangannya boleh dikatakan kurus dan ceking, namun ternyata menyimpan kekuatan.
Lanting yang semula miring dan bunyi gemuruh yang menandakan kekuatan lanting kian rapuh, langsung di tanggulangi Salam, dengan cekatan tangannya yang kecil itu, lanting pun mampu ditaklukkannya.
Dibantu rekannya sesama joki lainnya diapun meminta agar kami berpindah ke lanting yang dikemudikannya. “ ke sana haja buhan ikam, umpat aku, lantingnya taganal pada nang ini,” ucap Salam meminta penumpang rakit pindah kerakit yang lebih besar.
Ya, demikianlah keseharian Salam. Sudah puluhan tahun, ia pun tak ingat lagi berapa tepatnya, ia sangat akrab dengan lanting dan derasnya riam sungai Amandit yang membelah pegunungan di kawasan kecamatan Loksado HSS.
Ia sangat sederhana. Tidak pernah terlampau mengingat siapa saja yang pernah dilayani, bahkan ditolongnya. Profesinya sebagai joki hanya diingatnya untuk mengantar tamu, memberikan kesenangan wisatawan.
Walau awalnya, Salam tidak secara khusus menjadi joki lanting. Sama halnya dengan nenek moyangnya yang harus terbiasa dengan lanting, disaat transportasi darat belum seperti sekarang, Salam akhirnya akrab dengan Balanting.
Ya, bagi sebagian besar masyarakat HSS terutama di Loksado, lanting sama halnya dengan jukung, dulunya berfungsi sebagai alat transportasi pembawa hasil bumi rempah-rempah andalan Loksado seperti kayu manis dan kemiri.
Salam pernah melewati masa itu, Salam muda setiap harinya mengangkut hasil bumi warga Loksado ke Kandangan. Di sinilah kekuatan fisik dan mentalnya tertempa.
Sampai akhirnya ia bertahan hingga sekarang sebagai Palantingan [orang yang menjadi joki Lanting]. Banyak sudah pengalaman yang telah direguknya, jauh sebelum generasi laskar Lanting yang sudah terbentuk komunitasnya secara terorganisir sebagaimana sekarang.
“ Aku balanting mulai halus. Malah ada Bupati yang pernah aku gendong ke gunung dulu,” ucapnya lirih, mencoba mengingat apa saja pengalaman yang ada di memorinya sejak tercatat sebagai Palantingan.
Rekan sesama joki lainnya pun mengatakan hal yang senada, meski tak menyaksikan secara langsung, namun dari cerita yang bisa di pertanggungjawabkan dari para orangtua di Loksado, mereka sepakat mengatakan Salam memang sesepuh bagi para joki Lanting.
Beliau, ujar para joki lanting yang sudah banyak merasakan pahit dan getirnya alam Loksado sebelum terbuka seperti sekarang. Jasanya tidak hanya disungai tapi juga sampai ke daratan seperti yang diakuinya, dengan gendongannya Bupati pun bisa melihat langsung apa yang dialami warga pedalaman yang dulunya terisolir seperti di Loksado.
Kini, masih dengan kekuatan tangannya. Ia tetap mengayuhkan batang bambu mengantarkan tamu-tamunya. Tujuannya jelas, agar menyenangkan wisatawan agar bisa menikmati puasnya mengarung di antara jeramnya aliran sungai Amandit di Loksado.
Pernahkah Salam mendapat penghargaan dari jerih payahnya itu? Baginya, wisatawan senang dan bisa membayarnya sesuai dengan apa yang sudah dilakukannya, sudah luar biasa. Bahkan, jika pun akhirnya ada yang tidak membayar ia tetap saja tersenyum.
Biarpun dibayar dengan hasil bumi, ia tetap tersenyum. Baginya itu sudah sangat setimpal. Karena mengantarkan dengan tulus agar semua penumpang lantingnya dapat terselamatkan sampai ketempat yang dituju, sudah menjadi kebahagiaan baginya.(niz)

Tentang Salam
Nama: A Salam
Lahir : Loksado 48 tahun
Alamat : Loksado, hulu sungai selatan
Istri: Sarkiyah

Sumber:bpost
Figure: hal 19. minggu, 4 januari 2009 / 7 muharam 1430 H

1 komentar:

Andri Journal mengatakan...

Dulu aku sempat pengin main ke Loksado, walaupun akhirnya gak jadi, soale gak ada temen ke sana. :( Aku dapet info obyek wisata ini dari Festival Pasar Terapung di Banjarmasin. Keliatannya alam Loksado masih asri ya.